Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kinerja
Kinerja ber-asal dari kata job performance atau actual performance, yang bermakna prestasi kerja atau prestasi sesungguhnya yang dicapai oleh seseorang. Kinerja atau prestasi kerja pada dasarnya adalah apa yang dilakukan atau tidak dilakukan karyawan). Penulis lain mengartikan kinerja sebagai hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang pegawai dalam melaksanakan tugas sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya (Mangkunegara, 2004: 67). Sementara Bernardin dan Russell (1993:378) mengartikan kinerja sebagai “the record of
outcomes produced on a spe-cified job, function, or activity during a specified time pe-riod”, yaitu catatan outcomes yang dihasilkan dari fungsi pe-gawai tertentu atau kegiatan yang dilakukan selama periode waktu tertentu. Sedangkan kinerja suatu jabatan secara ke-seluruhan sama dengan jumlah (rata-rata) dari kinerja fungsi pegawai atau kegiatan yang dilakukan.Pencapaian kinerja dipengaruhi oleh dua hal, yaitu kemam-puan (ability) dan faktor motivasi (motivation). Hal ini sesu-ai dengan pendapat Keith Davis (1985: 484) yang mengaju-kan rumus sebagai berikut:
Human performance = Ability + Motivation
Motivation = Attitude + Situation
Ability = Knowledge + Skill
Sementara Mathis dan Jackson (2002: 78) berpendapat bah-wa kinerja pegawai adalah yang mempengaruhi seberapa ba-nyak mereka memberi konstribusi kepada organisasi, yang antara lain termasuk: kuantitas output, kualitas output, jang-ka waktu output, kehadiran di tempat kerja dan sikap koope-ratif. Ditambahkan oleh Foster dan Seeker bahwa kinerja se-orang pegawai dipengaruhi oleh pengetahuan, keterampilan, motivasi dan kepercayaan diri (2001).
Sebagai pegangan dapat disimpulkan bahwa kinerja adalah kemampuan kerja seorang pegawai yang dapat dibuktikan dari hasil kerja sehari-hari yang dapat memberikan nilai lebih bagi kemajuan unit kerja atau organisasinya. Setiap pe-gawai diharapkan memiliki kinerja (prestasi kerja) yang me-muaskan, sehingga sinergi dari prestasi-prestasi pegawai akan dapat meningkatkan dan mengembangkan eksistensi or-ganisasi di tengah-tengah masyarakat. Penjelasan di atas menekankan bahwa pengertian kinerja/prestasi sebagai ‘ha-sil” atau “apa yang keluar” (outcomes) dari sebuah pekerjaan dan kontribusinya pada organisasi. Adapun manajemen ki-nerja pada dasarnya berkaitan dengan usaha, kegiatan atau program yang diprakarsai dan dilaksanakan oleh pimpinan organisasi untuk merencanakan, mengarahkan dan mengen-dalikan prestasi karyawan (Ruky, 2004: 6). Dengan demikian dapat dikatakan bahwa manejemen kinerja merupakan upaya yang dilakukan oleh pimpinan organisasi untuk membina paradigma baru atau mengembangkan kinerja pegawai. Sebagai bagian dari manajemen, maka dengan pembinaan kinerja pada dasarnya merupakan upaya yang dilakukan oleh pimpinan pegawai untuk membina/mengembangkan kinerja pegawainya. Karena program ini mencantumkan kata management, seluruh kegiatan yang dilakukan dalam sebuah proses manajemen harus terjadi – dimulai dengan menetap-kan tujuan dan sasaran yang ingin dicapai, kemudian tahap pembuatan rencana, pengorganisasian, penggerakan/peng-arahan dan akhirnya evaluasi atas hasilnya. Secara teknis, program ini memang harus dimulai dengan menetapkan tujuan dan sasaran yaitu “kinerja dalam bentuk apa dan yang seperti bagaimana” yang ingin dicapai. Karena yang menjadi objek adalah kinerja manusia, maka bentuk yang paling umum tentunya adalah kinerja dalam bentuk produktivitas sumber daya manusia.
Sementara dari beberapa literatur MSDM diketahui bahwa penilaian kinerja dengan berbagai variasi sebutan, seperti performance appraisal, personnel assessment, employee evaluation, merit rating, efficiency rating atau service rating (Mangkunegara, 2004: 69), pada prinsipnya, merupakan cara pengukuran kontribusi-kontribusi dari individu dalam ins-tansi yang dilakukan terhadap organisasi. Nilai penting dari penilaian kinerja adalah menyangkut penentuan tingkat kon-tribusi individu atau kinerja yang diekspresikan dalam penyelesaian tugas-tugas yang menjadi tanggung jawabnya (Sulistyani dan Rosidah, 2003: 223). Hal ini diperkuat oleh pendapat Chung dan Megginson (1981) yang mengartikan penilaian kinerja sebagai a way of measuring the contributions of individuals to their organization. Sikula (1981: 205) menjelaskan bahwa employee appraising is the systematic evalution of a worker’s job performance and potential for development. Penilaian pegawai merupakan evaluasi yang sistematis dari pekerjaan pegawai dan potensi yang dapat dikembangkan. Menurut Mathis dan Jackson (2002: 81), penilaian kinerja adalah proses evaluasi seberapa baik pegawai mengerjakan pekerjaan ketika dibandingkan dengan seperangkat standar kinerja, dan kemudian mengkomunikasikannya dengan para pegawai. Sedangkan standar kinerja menjelaskan tingkat-tingkat kinerja yang diharapkan, dan merupakan bahan perbandingan, atau tujuan, atau target – bergantung dari pendekatan yang di-ambil. Standar kinerja yang realistis, terukur, dan mudah dipahami menguntungkan baik organisasi maupun pegawai.
Dari beberapa pendapat dapat disimpulkan bahwa pe-nilaian kinerja adalah suatu proses penilaian prestasi kerja pegawai yang dilakukan pemimpin organisasi secara siste-matik berdasarkan pekerjaan yang ditugaskan kepada seo-rang pegawai. Sedangkan yang dimaksud dengan sistem pe-nilaian prestasi kerja adalah suatu pendekatan dalam mela-kukan penilaian prestasi kerja para pegawai yang mencakup berbagai faktor (Siagian, 1996: 225).Yang dinilai adalah manusia, yang di samping memiliki kemampuan tertentu, juga tidak lepas dari berbagai kele-mahan dan kekurangan.
Penilaian yang dilakukan pada serangkaian tolak ukur tertentu yang realistik, berkaitan langsung dengan tugas seseorang serta kriteria yang ditetapkan dan diterapkan secara objektif.
Hasil penilaian harus disampaikan kepada pegawai yang dinilai dengan tiga maksud, yaitu:
Dalam hal penilaian tersebut positif, menjadi dorong-an kuat bagi pegawai yang bersangkutan untuk lebih berprestasi lagi di masa yang akan datang, sehingga kesempatan meniti karier lebih terbuka baginya.
Dalam hal penilaian tersebut negatif, pegawai yang bersangkutan mengetahui kelemahannya dan dengan demikian dapat mengambil berbagai langkah yang di-perlukan untuk mengatasi kelemahan tersebut.
Jika seseorang merasa mendapat penilaian yang tidak objektif, kepada pegawai yang bersangkutan diberikan kesempatan untuk mengajukan keberatanya sehingga pada akhirnya dapat memahami dan menerima hasil penerimaan yang diperolehnya.
Hasil penilaian yang dilakukan secara berkala terdoku-mentasikan dengan rapi dalam arsip kepegawaian, se-hingga tidak ada informasi yang hilang, baik yang sifatnya menguntungkan maupun merugikan pegawai.
Hasil penilaian prestasi kerja setiap orang menjadi bahan yang selalu turut dipertimbangkan dalam setiap keputus-an yang diambil mengenai mutasi pegawai, baik dalam arti promosi, alih tugas, alih wilayah, demosi maupun dalam pemberhentian tidak atas permintaan sendiri.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar