Oleh: Drs. Larlen, M.Pd
Staf Pengajar PBS FKIP Universitas Jambi
Pengantar
Sesuai dengan kodratnya sebagai mahkluk sosial, manusia senantiasa
berhubungan dengan manusia lainya dan membentuk kehidupan kolektif, meliputi
bentuk pembagian tugas, aktivitas bersama, dan berkomunikasi. Kehidupan
kolektif ini menurut Koentjraningrat (1986:136) disebut masyarakat. Dalam
tingkat yang lebih luas, manusia-baik secara pribadi maupun bersama-sama dalam
masyrakat-menjalin komunikasi dengan manusia atau masyarakat lainnya. Dalam
tindakah komunikasi ini, secara sadar atau pun tidak sadar, secara langsung
maupun tidak langsung, terjadi sentuhan budaya. Terjadinya sentuhan budaya
seringkali terjadi pula kepengaruhan budaya. Yang perlu dicatat disini adalah
istilah “pengaruh” tidak selalu bermakna pada pihak
yang kuat dan pihak yang lemah. Pengaruh seringkali punya makna “pengayaan”. Unsur-unsur budaya yang datang sebagai pengaruh seringkali memperkaya dan tidak menghapus unsur-unsur budaya yang dipengaruhinya. Sastra sebagai suatu kebudayaan, lahir tumbuh dan berkembang sesuai dinamika masyarakat yang melahirkan dan memilikinya. Kondisi masyarakat berpengaruh besar terjhadap sastra yang dihasilkan, baik dalam bentuk maupun dalam isi. Sebagai halnya kebudayaan, sastra pun terikat oleh ruang dan waktu. Sastra tumbuh berkembang sesuai dengan perjalanan waktu. Dalam perkembangan tersebut seringkali ada unsur-unsur yang mengalami perubahan, ada unsur yang hilang, dan ada unsur-unsur yang tetap diakui keberadaannya.
yang kuat dan pihak yang lemah. Pengaruh seringkali punya makna “pengayaan”. Unsur-unsur budaya yang datang sebagai pengaruh seringkali memperkaya dan tidak menghapus unsur-unsur budaya yang dipengaruhinya. Sastra sebagai suatu kebudayaan, lahir tumbuh dan berkembang sesuai dinamika masyarakat yang melahirkan dan memilikinya. Kondisi masyarakat berpengaruh besar terjhadap sastra yang dihasilkan, baik dalam bentuk maupun dalam isi. Sebagai halnya kebudayaan, sastra pun terikat oleh ruang dan waktu. Sastra tumbuh berkembang sesuai dengan perjalanan waktu. Dalam perkembangan tersebut seringkali ada unsur-unsur yang mengalami perubahan, ada unsur yang hilang, dan ada unsur-unsur yang tetap diakui keberadaannya.
Masuknya Islam ke dalam bahasa dan sastra Melayu
nampak jelas pada abad 19, ketika munculnya penulis Islam seperti Abdullah bin
Abdul Kadir Munsyi, Haji Muhammad Said, dan lain-lain. Dengan munculnya tulisan
mereka yang bercorak Islam, tersebar pulalah ajaran-ajaran Islam
kemasyrarakatan secara meluas. Selanjutnya dalam sastra Melayu lama ditemukan
pulan pengaruh Persi dan aliran Syiah. Syiah merupakan aliran resmi yang diakui
oleh negara Persi sejak abad 16 samapi sekarang. Salah satunya adalah karya
sastra Melayu lama Hikayat Nur Muhammad. Hikayat ini masuk dalam golongan
cerita nabi Muhamma dan keluarganya dalam satra Indonesia lama, semua cerita
itu dimaksudkan untuk mengagungkan Nabi Muhammad. Nabi Muhammad diceritakan
banyak mempunyai keistimewaan dan kelebihan dari Nabi-Nabi lainnya.
Menurut Juynboll, riwayat kejadian Nur Muhammad
terdapat dalam Hikayat Muhammad Hanafiah dan Hikayat Syah-i Merdom
(Mursel Esten, 1980:13-15). Sebuah nama yang tidak terpisahkan mengenai sastra
Melayu abad ke 19 adalah Abdullah bi Adul Kadir Munsyi. Selain seni Melayu juga
mempunyai pengaruh dalam kehidupan masyarakat Sumatra khususnya Jambi, Riau.
Dalam kesenian pengaruh Islam tampak antara lain dalam tarian Zapin, Rebana,
Marhaban, hiasan seni lukis, menara Mesjid dan puncak Mesjid. Dalam seni lukis,
lukisan yang bertemakan kedamaian karena Islam adalah damai harmonis. Nampak
lukisan padan pasir disaat matahari terbenam dimana para kafilah melanjutkan
perjalanan istirahat dari menghidanrai sengatan terik matahari di siang hari.
LJ. Mohel mengemukakan bahwa pengaruh Islam dalam bangunan
atap rumah orang Melayu, apakah atap kajang, lipat pandan dan lainnya adalah
seperti telapak tangan yang dipertemukan ujang-ujang (menyembah). Ini semua
adalah budaya Melayu yang diwariskan kepada masyarakatnya. Selain itu juga
budaya Melayu memberi pengaruh yang kuat terhadap kehadiran ada istiadat.
Yang dimaksud dengan adat ialah ketentuan-ketentuan yang
mengatur tingkah laku dan hubungan antar anggota masyarakat dalam tingkah laku
dalam sebgal segi kehidupan. Sebelum masuknya hukum Barat ke Indonesia, adat
adalah merupakan satu-satunya hukum masyarakat Indonesia pada waktu itu.
Upacara adat yang ada dimasyarakat Melayu merupakan suatu proses untuk menjaga
keharmonisan dari pelaksanaan adat tersebut yaitu dengan menyelaraskan hubungan
baik antara manusia dengan sesamanya, lingkungannya dan budayanya. Keharmonisan
dengan sesama warga masyarakat terlihat dalam adat gotong royong, saling
membutuhkan, saling berkunjung, membantu yang terkena musibah dan kemalangan.
Orang Melayu sangat takut pada akibat perbuatan yang akan menimbulkan akibat
kemudian, karena itu orang Melayu selalu berbuat tenggang rasa. Dan orang
Melayu sangat kuat memelihara tata susila dan sopan santun. Sesuai dengan
sistem adat Ketemenggungan yang dibawa dari Bukit Siguntang Mahameru (Palembang),
orang Melayu selalu menjaga tidak timbulnya keonaran dan pergaduhan, maka dalam
Masyarakat Melayu terdapat beberapa pantangan dan larangan. Agama Islam adalah
menjadi salah satu identitas Melayu, maka dalam struktur adat terdapat ada
jabatan yang disebut dengan “malin”, “qadhi” dan “iman”. Orang Melayu selalu
ramah dan menghormati tamu baik yang datang dari jauh maupun dari dekat.
Penghormatan ini disesuaikan dengan kedudukan tamu tersebut. Dalam hal ini
Jambi, dalam menyambut tamu kehormatan selalu disambut dengan tarian
Persembahan atau Sekapur Sirih.
1. Bahasa Melayu Jambi
Bahasa Melayu Jambi dituturkan oleh 29.656 orang penutur. Sebanyak 99,5%
wilayah penuturnya berada di propinsi Jambi. Jambi adalah propinsi yang disebut
sebagai tempat kelanjutan sejarah Sriwijaya. Tidaklah mengejutkan jika Bahasa
Melayu hingga sekarang digunakan di wilayah ini. Di dalam sensus penduduk
1990an terdapat jawaban responden yang menyatakan bahwa bahasa Melayu adalah
bahasa yang digunakan sebagai bahasa sehar-hari, baik dengan maupun tanpa
keterangan tambahan. Sampai sekarang bahasa Melayu masih digunakan dalam
upacara-upacara adat, perkawinan, sastra dan sajak-sajak, khususnya oleh
masyarakat Jambi.
2. Bahasa Melayu Kerinci
Bahasa Melayu Kerinci digunakan di Kabupaten Kerinci di Propinsi Jambi.
Para penutur bahasa ini berada di perbatasan antara Bahasa Melayu Jambi, Bahasa
Melayu Bengkulu, dan Bahasa Melayu Minangkabau. Usman (1988) memperkirakan
jumlah penuturnya sebanyak 200.000 orang. Bahasa ini hanya digunakan di satu
Propinsi Jambi saja. Bahwa bahasa Kerinci tergolong bahasa Melayu tampaknya
dapat dipastikan tetapi para peneliti belum pasti apakah bahasa itu lebih dekat
dengan bahasa Melayu Bengkulu, Melayu Minang atau bahkan Melayu Jambi. Menurut
sensu bahasa Melayu Kerinci juga terdapat diberbagai tempat lain di Jambi, di
Sumatera Utara, bahkan juga di Selangor Malaysia, terdapat beberapa kampung
yang hampir seluruh penduduknya berbahasa Kerini (Usaman, 1988:12).
B. Hubungan dengan sastra Melayu
Hubungan sastra dan budaya dan sastra Melayu merupakan
akibat logis dari adanya kontak antarmanusia pendukung kedua kebudayaan
tersebut. Dari sejarah politik kita mengenal kerajaan-kerajaan Sriwijaya,
Singasari, dan Majapahit sebagai kerajaan-kerajaan besar nusantara yang
memiliki “kekuasaan” sampai di luar geografi dan kelompok. Demikian pula dari
segi linguistik kita mengetahui bahasa Melayu pernah menjadi bahasa (lingua
franca) dalam dunia perdagangan nusantara pada masa kolonial.
C. Pengaruh dalam kehidupan sosial
Masyarakat Melayu sebelum kedatangan agama Islam, daerah
ini dipengaruhi oleh Hinduisme-Budhisme. Pada zaman Hindu-Budha pemeluk agama
kedua agama ini diperkirakan terbatas pada lapisan masyarakat atas saja.
Masyarakat Hindu sendiri telah menerapkan kelas menuru kelahiran seseorang
pemuluknya. Seperti kita ketahui ada 4 kasta pada masyarakat Hindu, yaitu
Brahmana, Kastrai, Waisya, dan Sudra. Yang mengerti isi buku suci Hindu adalah
para pendeta dan agama itu, yaitu mereka yang berasal dari kasta Brahmana dan
Kastria. Buku suci tersebut ditulis dalam bahasa Sansekerta yang tentunya sukar
dipahami oleh masyarakat biasa. Hal ini menghambat masuknya secara mendalam
pengaruh Hindu tersebut ke daerah ini.
Berbeda dengan agama Hindu, agama Budha yang datang ke
daerah ini tidak membedakan anggota masyarakat, karena pembagian kelas
masyarakat tidak terdapat sistem agam Budha. Karena itu agam Budha lebih
bertahan di daerah ini, sekurang-kurangnya selama kekuasaan Kerajaan Sriwijaya.
Sebagai bukti agama telah berkembang adalah ditemukan Candi Muaro Jambi di
propinsi Jambi. Sedangkan dikepulauan Riau yakni diketemukan prasasti Pasir
Panjang di Tanjung Balai Krimun tahun 1873 oleh Holle. Prasasti ini menurut
Muh. Yamin diperkirakan abad ke 5 Masehi, dan memakai aksara Dewanagari dan
berbahasa Sansekerta (Dipdikbud. 1986/1987:68).
Di beberapa tempat yang agak jauh ke pedalaman masyarakat
masih hidup dalam magis, percaya kepada kekuatan yang berapada dalam
benda-benda yang menurut mereka mempunyai kekuatan. Dalam hal ini dapat
dijumpai pada masyarakat suku Kubu. Kepercayaan ini dikenal dengan animisme dan
dinamisme. Walaupun dalam pengamatan sistem nilai yang diwarisi sebagai tradisi
semakin banyak mengalami erosi, namun jelas masih merupakan sistem, nilai yang
dianut masih nyata mewarnai tingkahlaku sosial dan budaya di daerah pedalaman
ini. Tradisi tersebut sekaligus memberi ciri bagaimana masyarakat memandang
alam, yaitu dalam pemandangan mereka alam yang dialami oleh manusia, binatang
dan tanaman juga mempunyai kekuatan.
Keadaan yang diuraikan tersebut menunjukkan bahwa
penduduk masa itu masih mempunyai pandangan terhadap kekuatan alam. Dalam
pandangan itu manusia belum merupakan suatu pribadi yang bulat dan utuh,
manusia tersebut masih bersatu dengan alam, karena tidak dapat memisahkan
dirinya dari kekuatan-kekuatan alam di luar dirinya (sampai sekarang masih
dapat dijumpai pada kelompok masyarakat suku Kubu).
Selanjutnya kedatangan Islam ke daerah ini, disambut
dengan baik karena Islam tidak membedakan derajat manusia dalam masyarakat,
apalagi sebelumnya telah ada agama Budha yang sama-sama tidak membedakan
anggota masyarakat. Dalam agama Islam manusia itu sama disisi Tuhan Yang
Maha Esa dan yang membedakannya adalah taqwanya kepada Tuhan. Karena itu agama
Islah cepat berkembang dalam masyarakat, dan pengaruh Islam sangat kuat dalam
kehidupan masyrakat Melayu, dan sangat mempengaruhi budaya-sastra sampai saat
ini. Bahkan pengaruh Islam itu membentuk identitas masyarakat Melayu, yaitu
seseorang disebut “orang Melayu” adalah berbahasa Melayu.
Bahkan sampai sekarang masih dapat dijumpai orang-orang
Melayu yang berintaraksi menggunakan bahasa Melayu dan dengan tulisan arab
Melayu. Bahkan surat Sultan kepada Residen Belanda pun menggunakan tulisam Arab
Melayu dalam bahasa Melayu. Kata-kata dalam bahasa Melayu ini banyak yang
berasal dari bahasa Arab seperti; sejarah, adab, ajal, urat, alat, ingkar dan
lain-lain (Raja Ali Haji, 1275 H Transliterasi R. Hamzah Yunus,
1986/1987:33-144).
D. Sastra dan Masyarakat
Semua sastra menyiratkan adanya penulisan, buku dan pembaca, atau secara
umum dapat dikatakan pencipta, karya, dan publik. Setiap fakta sastra merupakan
bagian dari sirkuit. Dengan alat transmisi yang sangat kompleks, yang merupakan
bagian seni sekaligus juga teknologi dan usaha dagang, ia mengaitkan
individu-individu yang jelas definisinya. Mengingat faktas sastra merupakan
bagian tak terpisahkan dari cara berpikir individual, bentuk-bentuk abstrak dan
sekaligus kolektif.
Penutup
Sastra dan unsur Melayu sangat memberikan coran dan warna
serta pengaruh terhadap masyarakat dalam kehidupannya sampai saat ini. Hal ini
membuktikan bahwa pada babakan-babakan tertentu komunikasi antara sastra dan
budaya Melayu mempunyai keterkaitan yang erat dalam kehidupan pengarangnya.
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah Ibn
Abdulkadir Munsyi.
1952
Sejarah Melayu.
Diselenggarakan oleh TD. Situmorang dan Prof Dr. A. Teeuw. Jakarta: Penerbit
Jambatan.
Al Attas, Syed
Muhammad Nagib.
1972 Islam
dan Sejarah dan Kebudayaan Melayu, Sharahan Pengukuhan Pelantikan pada Jawatan
Profesor Bahasa dan Kesusastraan Melayu. Kuala Lumpur: Universitas
Kebangsaan Melayu
Usman
1988 Morfologi
Bahasa Kerinci. Jakarta: Universitas Indonesia (Disertasi).
Kunjana Rahardi.
2006 Bahasa
Kaya Bahasa Berwibawa. Jogyakarta: Andi Yogyakarta.
Karsono H Saputro.
2005 Bahasa
dan Sastra Jawa. Jakarta: Wedatama Widya Sastra.
Karsono H Saputro.
2005 Pengaruh
Sastra Melayu. Bogor: Fakultas Sastra Universitas Pakuan Bogor.
Mursal Easten
1980 Bahasa
dan Sastra. Jakarta: ISSN, Depdikbud.
Muhammad Yusof
Hasmin
1989 Kesultanan
Melayu Malaka. Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka Kementerian Pelajaran
Malaysia.
Sapardi D.
Damono
2008 Sosiologi
Sastra. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
Wahyudi
Siswanto
2008 Pengantar
Teori Sastra. Jakarta: PT. Grasindo.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar