Selamat Datang! di Cafebahasa dan Edukasi Blog Informasi dan Tutorial Pendidikan. Kirim artikel Anda untuk diposting

Selasa, 05 Maret 2013

Sastra dan Budaya Melayu pengaruh dalam Kehidupan Sosial



Oleh: Drs. Larlen, M.Pd 
Staf Pengajar PBS FKIP Universitas Jambi

Pengantar
Sesuai dengan kodratnya sebagai mahkluk sosial, manusia senantiasa berhubungan dengan manusia lainya dan membentuk kehidupan kolektif, meliputi bentuk pembagian tugas, aktivitas bersama, dan berkomunikasi. Kehidupan kolektif ini menurut Koentjraningrat (1986:136) disebut masyarakat. Dalam tingkat yang lebih luas, manusia-baik secara pribadi maupun bersama-sama dalam masyrakat-menjalin komunikasi dengan manusia atau masyarakat lainnya. Dalam tindakah komunikasi ini, secara sadar atau pun tidak sadar, secara langsung maupun tidak langsung, terjadi sentuhan budaya. Terjadinya sentuhan budaya seringkali terjadi pula kepengaruhan budaya. Yang perlu dicatat disini adalah istilah “pengaruh” tidak selalu bermakna pada pihak
yang kuat dan pihak yang lemah. Pengaruh seringkali punya makna “pengayaan”. Unsur-unsur budaya yang datang sebagai pengaruh seringkali memperkaya dan tidak menghapus unsur-unsur budaya yang dipengaruhinya. Sastra sebagai suatu kebudayaan, lahir tumbuh dan berkembang sesuai dinamika masyarakat yang melahirkan dan memilikinya. Kondisi masyarakat berpengaruh besar terjhadap sastra yang dihasilkan, baik dalam bentuk maupun dalam isi. Sebagai halnya kebudayaan, sastra pun terikat oleh ruang dan waktu. Sastra tumbuh berkembang sesuai dengan perjalanan waktu. Dalam perkembangan tersebut seringkali ada unsur-unsur yang mengalami perubahan, ada unsur yang hilang, dan ada unsur-unsur yang tetap diakui keberadaannya.

A. Bahasa dan sastra Melayu
Masuknya Islam ke dalam bahasa dan sastra Melayu nampak jelas pada abad 19, ketika munculnya penulis Islam seperti Abdullah bin Abdul Kadir Munsyi, Haji Muhammad Said, dan lain-lain. Dengan munculnya tulisan mereka yang bercorak Islam, tersebar pulalah ajaran-ajaran Islam kemasyrarakatan secara meluas. Selanjutnya dalam sastra Melayu lama ditemukan pulan pengaruh Persi dan aliran Syiah. Syiah merupakan aliran resmi yang diakui oleh negara Persi sejak abad 16 samapi sekarang. Salah satunya adalah karya sastra Melayu lama Hikayat Nur Muhammad. Hikayat ini masuk dalam golongan cerita nabi Muhamma dan keluarganya dalam satra Indonesia lama, semua cerita itu dimaksudkan untuk mengagungkan Nabi Muhammad. Nabi Muhammad diceritakan banyak mempunyai keistimewaan dan kelebihan dari Nabi-Nabi lainnya.
Menurut Juynboll, riwayat kejadian Nur Muhammad terdapat  dalam Hikayat Muhammad Hanafiah dan Hikayat Syah-i Merdom (Mursel Esten, 1980:13-15). Sebuah nama yang tidak terpisahkan mengenai sastra Melayu abad ke 19 adalah Abdullah bi Adul Kadir Munsyi. Selain seni Melayu juga mempunyai pengaruh dalam kehidupan masyarakat Sumatra khususnya Jambi, Riau. Dalam kesenian pengaruh Islam tampak antara lain dalam tarian Zapin, Rebana, Marhaban, hiasan seni lukis, menara Mesjid dan puncak Mesjid. Dalam seni lukis, lukisan yang bertemakan kedamaian karena Islam adalah damai harmonis. Nampak lukisan padan pasir disaat matahari terbenam dimana para kafilah melanjutkan perjalanan istirahat dari menghidanrai sengatan terik matahari di siang hari.
LJ. Mohel mengemukakan bahwa pengaruh Islam dalam bangunan atap rumah orang Melayu, apakah atap kajang, lipat pandan dan lainnya adalah seperti telapak tangan yang dipertemukan ujang-ujang (menyembah). Ini semua adalah budaya Melayu yang diwariskan kepada masyarakatnya. Selain itu juga budaya Melayu memberi pengaruh yang kuat terhadap kehadiran ada istiadat.
Yang dimaksud dengan adat ialah ketentuan-ketentuan yang mengatur tingkah laku dan hubungan antar anggota masyarakat dalam tingkah laku dalam sebgal segi kehidupan. Sebelum masuknya hukum Barat ke Indonesia, adat adalah merupakan  satu-satunya hukum masyarakat Indonesia pada waktu itu. Upacara adat yang ada dimasyarakat Melayu merupakan suatu proses untuk menjaga keharmonisan dari pelaksanaan adat tersebut yaitu dengan menyelaraskan hubungan baik antara manusia dengan sesamanya, lingkungannya dan budayanya. Keharmonisan dengan sesama warga masyarakat terlihat dalam adat gotong royong, saling membutuhkan, saling berkunjung, membantu yang terkena musibah dan kemalangan. Orang Melayu sangat takut pada akibat perbuatan yang akan menimbulkan akibat kemudian, karena itu orang Melayu selalu berbuat tenggang rasa. Dan orang Melayu sangat kuat memelihara tata susila dan sopan santun. Sesuai dengan sistem adat Ketemenggungan yang dibawa dari Bukit Siguntang Mahameru (Palembang), orang Melayu selalu menjaga tidak timbulnya keonaran dan pergaduhan, maka dalam Masyarakat Melayu terdapat beberapa pantangan dan larangan. Agama Islam adalah menjadi salah satu identitas Melayu, maka dalam struktur adat terdapat ada jabatan yang disebut dengan “malin”, “qadhi” dan “iman”. Orang Melayu selalu ramah dan menghormati tamu baik yang datang dari jauh maupun dari dekat. Penghormatan ini disesuaikan dengan kedudukan tamu tersebut. Dalam hal ini Jambi, dalam menyambut tamu kehormatan selalu disambut dengan tarian Persembahan atau Sekapur Sirih.

1.      Bahasa Melayu Jambi
Bahasa Melayu Jambi dituturkan oleh 29.656 orang penutur. Sebanyak 99,5% wilayah penuturnya berada di propinsi Jambi. Jambi adalah propinsi yang disebut sebagai tempat kelanjutan sejarah Sriwijaya. Tidaklah mengejutkan jika Bahasa Melayu hingga sekarang digunakan di wilayah ini. Di dalam sensus penduduk 1990an terdapat jawaban responden yang menyatakan bahwa bahasa Melayu adalah bahasa yang digunakan sebagai bahasa sehar-hari, baik dengan maupun tanpa keterangan tambahan. Sampai sekarang bahasa Melayu masih digunakan dalam upacara-upacara adat, perkawinan, sastra dan sajak-sajak, khususnya oleh masyarakat Jambi.

2.      Bahasa Melayu Kerinci
Bahasa Melayu Kerinci digunakan di Kabupaten Kerinci di Propinsi Jambi. Para penutur bahasa ini berada di perbatasan antara Bahasa Melayu Jambi, Bahasa Melayu Bengkulu, dan Bahasa Melayu Minangkabau. Usman (1988) memperkirakan jumlah penuturnya sebanyak 200.000 orang. Bahasa ini hanya digunakan di satu Propinsi Jambi saja. Bahwa bahasa Kerinci tergolong bahasa Melayu tampaknya dapat dipastikan tetapi para peneliti belum pasti apakah bahasa itu lebih dekat dengan bahasa Melayu Bengkulu, Melayu Minang atau bahkan Melayu Jambi. Menurut sensu bahasa Melayu Kerinci juga terdapat diberbagai tempat lain di Jambi, di Sumatera Utara, bahkan juga di Selangor Malaysia, terdapat beberapa kampung yang hampir seluruh penduduknya berbahasa Kerini (Usaman, 1988:12).

B. Hubungan dengan sastra Melayu
Hubungan sastra dan budaya dan sastra Melayu merupakan akibat logis dari adanya kontak antarmanusia pendukung kedua kebudayaan tersebut. Dari sejarah politik kita mengenal kerajaan-kerajaan Sriwijaya, Singasari, dan Majapahit sebagai kerajaan-kerajaan besar nusantara yang memiliki “kekuasaan” sampai di luar geografi dan kelompok. Demikian pula dari segi linguistik kita mengetahui bahasa Melayu pernah menjadi bahasa (lingua franca) dalam dunia perdagangan nusantara pada masa kolonial.

C. Pengaruh dalam kehidupan sosial
Masyarakat Melayu sebelum kedatangan agama Islam, daerah ini dipengaruhi oleh Hinduisme-Budhisme. Pada zaman Hindu-Budha pemeluk agama kedua agama ini diperkirakan terbatas pada lapisan masyarakat atas saja. Masyarakat Hindu sendiri telah menerapkan kelas menuru kelahiran seseorang pemuluknya. Seperti kita ketahui ada 4 kasta pada masyarakat Hindu, yaitu Brahmana, Kastrai, Waisya, dan Sudra. Yang mengerti isi buku suci Hindu adalah para pendeta dan agama itu, yaitu mereka yang berasal dari kasta Brahmana dan Kastria. Buku suci tersebut ditulis dalam bahasa Sansekerta yang tentunya sukar dipahami oleh masyarakat biasa. Hal ini menghambat masuknya secara mendalam pengaruh Hindu tersebut ke daerah ini.
Berbeda dengan agama Hindu, agama Budha yang datang ke daerah ini tidak membedakan anggota masyarakat, karena pembagian kelas masyarakat tidak terdapat sistem agam Budha. Karena itu agam Budha lebih bertahan di daerah ini, sekurang-kurangnya selama kekuasaan Kerajaan Sriwijaya. Sebagai bukti agama telah berkembang adalah ditemukan Candi Muaro Jambi di propinsi Jambi. Sedangkan dikepulauan Riau yakni diketemukan prasasti Pasir Panjang di Tanjung Balai Krimun tahun 1873 oleh Holle. Prasasti ini menurut Muh. Yamin diperkirakan abad ke 5 Masehi, dan memakai aksara Dewanagari dan berbahasa Sansekerta (Dipdikbud. 1986/1987:68).
Di beberapa tempat yang agak jauh ke pedalaman masyarakat masih hidup dalam magis, percaya kepada kekuatan yang berapada dalam benda-benda yang menurut mereka mempunyai kekuatan. Dalam hal ini dapat dijumpai pada masyarakat suku Kubu. Kepercayaan ini dikenal dengan animisme dan dinamisme. Walaupun dalam pengamatan sistem nilai yang diwarisi sebagai tradisi semakin banyak mengalami erosi, namun jelas masih merupakan sistem, nilai yang dianut masih nyata mewarnai tingkahlaku sosial dan budaya di daerah pedalaman ini. Tradisi tersebut sekaligus memberi ciri bagaimana masyarakat memandang alam, yaitu dalam pemandangan mereka alam yang dialami oleh manusia, binatang dan tanaman juga mempunyai kekuatan.
Keadaan yang diuraikan tersebut menunjukkan bahwa penduduk masa itu masih mempunyai pandangan terhadap kekuatan alam. Dalam pandangan itu manusia belum merupakan suatu pribadi yang bulat dan utuh, manusia tersebut masih bersatu dengan alam, karena tidak dapat memisahkan dirinya dari kekuatan-kekuatan alam di luar dirinya (sampai sekarang masih dapat dijumpai pada kelompok masyarakat suku Kubu).
Selanjutnya kedatangan Islam ke daerah ini, disambut dengan baik karena Islam tidak membedakan derajat manusia dalam masyarakat, apalagi sebelumnya telah ada agama Budha yang sama-sama tidak membedakan anggota masyarakat. Dalam agama Islam  manusia itu sama disisi Tuhan Yang Maha Esa dan yang membedakannya adalah taqwanya kepada Tuhan. Karena itu agama Islah cepat berkembang dalam masyarakat, dan pengaruh Islam sangat kuat dalam kehidupan masyrakat Melayu, dan sangat mempengaruhi budaya-sastra sampai saat ini. Bahkan pengaruh Islam itu membentuk identitas masyarakat Melayu, yaitu seseorang disebut “orang Melayu” adalah berbahasa Melayu.
Bahkan sampai sekarang masih dapat dijumpai orang-orang Melayu yang berintaraksi menggunakan bahasa Melayu dan dengan tulisan arab Melayu. Bahkan surat Sultan kepada Residen Belanda pun menggunakan tulisam Arab Melayu dalam bahasa Melayu. Kata-kata dalam bahasa Melayu ini banyak yang berasal dari bahasa Arab seperti; sejarah, adab, ajal, urat, alat, ingkar dan lain-lain (Raja Ali Haji, 1275 H Transliterasi R. Hamzah Yunus, 1986/1987:33-144).

D. Sastra dan Masyarakat
Semua sastra menyiratkan adanya penulisan, buku dan pembaca, atau secara umum dapat dikatakan pencipta, karya, dan publik. Setiap fakta sastra merupakan bagian dari sirkuit. Dengan alat transmisi yang sangat kompleks, yang merupakan bagian seni sekaligus juga teknologi dan usaha dagang, ia mengaitkan individu-individu yang jelas definisinya. Mengingat faktas sastra merupakan bagian tak terpisahkan dari cara berpikir individual, bentuk-bentuk abstrak dan sekaligus kolektif.

Penutup
Sastra dan unsur Melayu sangat memberikan coran dan warna serta pengaruh terhadap masyarakat dalam kehidupannya sampai saat ini. Hal ini membuktikan bahwa pada babakan-babakan tertentu komunikasi antara sastra dan budaya Melayu mempunyai keterkaitan yang erat dalam kehidupan pengarangnya.
DAFTAR PUSTAKA

Abdullah Ibn Abdulkadir Munsyi.
1952        Sejarah Melayu. Diselenggarakan oleh TD. Situmorang dan Prof Dr. A. Teeuw. Jakarta: Penerbit Jambatan.

Al Attas, Syed Muhammad Nagib.
1972 Islam dan Sejarah dan Kebudayaan Melayu, Sharahan Pengukuhan Pelantikan pada Jawatan Profesor Bahasa dan Kesusastraan Melayu. Kuala Lumpur: Universitas Kebangsaan Melayu

Usman
            1988 Morfologi Bahasa Kerinci. Jakarta: Universitas Indonesia (Disertasi).

Kunjana Rahardi.
            2006 Bahasa Kaya Bahasa Berwibawa. Jogyakarta: Andi Yogyakarta.

Karsono  H Saputro.
            2005 Bahasa dan Sastra Jawa. Jakarta: Wedatama Widya Sastra.

Karsono  H Saputro.
2005 Pengaruh Sastra Melayu. Bogor: Fakultas Sastra  Universitas Pakuan Bogor.

Mursal Easten
            1980 Bahasa dan Sastra. Jakarta: ISSN, Depdikbud.

Muhammad Yusof Hasmin
            1989 Kesultanan Melayu Malaka. Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka Kementerian Pelajaran Malaysia.

Sapardi D. Damono
            2008 Sosiologi Sastra. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.

Wahyudi Siswanto
            2008 Pengantar Teori Sastra. Jakarta: PT. Grasindo.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar