Oleh: Drs. Larlen, M.Pd
Staf Pengajar PBS FKIP Universitas Jambi
A. Gambaran
Umum Situasi Pendidikan
Di mana tempat Indonesia dalam dunia pendidikan umumnya
dan di Asia khususnya bila ditinjau dari aspek pendidikan? Banyak tantangan
yang mesti dihadapi oleh bangsa Indonesia dalam membentuk karakter bangsa.
Tantangan lain dalam dunia pendidikan adalah justru berasal dari luar yakni
bila pendidikan Indonesia dibandingkan, misalnya dengan negara-negara tetangga.
Laporan UNDP (United Nation Development program) mengungkapkan bahwa
Index Pembangunan Manusia Indonesia berada para peringkat 109 setingkat lebih
rendah dibandingkan dengan Vietnam dan jauh di bawah Jepang (Peringkat ke 9),
Singapura (24), Brunei Darusalam (32), Malaysia (61), Thailand (76) dan
Filiphina (77). Dalam hal daya saing, Indonesia juga menduduki peringkat yan
sangat rendah yakni 46, jauh dibawah Singapura (2), Malaysia (27), Filiphina
(32) dan Thailand (34).
Sehubungan dengan hal itu, Werner Schaal, Wapres Asosiasi
Rektor Jerman (Kompas 18-8-2001) menyatakan bahwa kunci keberhasilan Perguruan
Tinggi (PT) saat ini dan masa mendatang adalah kompetisi. Persaingan PT
diseluruh dunia, apalagi dalam era globalisasi. PT menghadapi tantangan untuk
terus menghasilkan inovasi baru dan kemajuan pengetahuan. Kemajuan teknologi
dan pengetahuan yang terjadi di masyarakat kadangkala terjadi lebih cepat
daripada perkembangan yang memimpin dalam kemajuan teknologi dan pengetahuan.
Selanjutnya Hatakenaka, seorang konsultan pendidikan (Kompas, 18-8-2001)
menyatakan bahwa strategi PT di negara-negara berkembang untuk berubah menjadi
pusat penelitian.
Hanya melalui pendidikan yang baik kita bisa masuk dan
bersaing dalam pasar global dan pemerintah harus menjamin agar masyarakat
mendapatkan pendidikan. Karena pendidikan menjadi kunci penting untuk
menyelesaikan ketimpangan sosial dan kemiskinan, dan kita harus menyadarka
nilai-nilai kemanusiaan kita bahwa semua orang diciptkan sederajat dan
mempunyai hak untuk memperoleh kesempatan yang sama khususnya dalam hal
pendidikan. Tujuan pendidikan dapat dirumuskan dalam dua paham, pertama
pendidikan bertujuan untuk menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi. Sasarannya
adalah menekankan wawasan, pemahama, insight dan kompetensi dalam
penguasaan bidang tertentu. Kedua, pendidikan bertujuan untuk membentuk character
building. Hal yang paling penting ditekankan adalah pendidikan nilai,
pengembangan diri dalam kaitan dengan pembetukan karakter. Pembentukan karakter
menjadi modal sosial bagi setiap orang dalam realitas kehidupan pluralis.
Di Indonesia pendidikan dipandang sebagai suaut sistem
sosial dan pilihannya tergantung pad asudut pandang; apakah yang menjadi
cita-cita Negara dan bangsa kita. Maka pendidikan harus mengacu pada pencapaian
tujuan bangsa tersebut. Dan pendidikan itu sendiri sebagai bagian sistem sosial
politik. Melalui pendidikan kita ingin ada penigkatan kualitas sumber daya
manusia (SDM); ekonomi berbasis Iptek, Informasi Teknologi (TI); semua ini
dapat dicapai melalui peran bahasa dan sastra Indonesia. Margaret Mead,
mengamati perkembangan pendidikan mengataka perlu ada reformasi pendidikan
karea model transmit pendidikan (pendidikan sebagai misi) vertikal perlu
diganti dengan lageral trans (baca Eduard De Bruni; lateral Thingking).
Dalam pendidikan menurut Mead harus ada 4 ciri tujuan pendidikan. Pertama,
pendidikan harus mampu membuat seseorang hidup, survive. Ciri pendidikan
ini adalah “ability to change” pendidikan mampu membuat orang berubah
atau diubah. Kedua, pendidikan harus membuat diri seseorang lebih fleksibel
dalam melihat masalah. Ketiga pendidikan harus mampu membuat orang mempunyai
keterampilan yang tinggi, skill. Dan ketiga pendidikan harus membuat orang
mampu membuat suatu keputusan.
B. Peran Bahasa Indonesia
Bahasa merupakan bagian dari kehidupan masyarakat
penuturnya. Bagi masyarakat Indonesia, bahasa Indonesia mempunyai kedudukan dan
fungsi di dalam kehidupan masyarakat, bangsa dan negara Indonesia. Sejak
diikrarkan Sumpah pemuda dalam Kongres Pemuda 28 Oktober 1928, bahasa Indonesia
menjadi bahasa nasional. Kedudukan bahasa sebagai bahasa nasional dimungkinkan
oleh kenyataan bahwa bahasa Melayu, yang mendasari bahasa Indonesia itu, telah
dipakai sebagai lingua franca selama berabad-abad sebelumnya di seluruh
kawasan nusantara. Selain itu, dengan ditetapkannya sebagai bahasa negara, yang
dituangkan dalam Undang-Undang Dasar 1945, bahasa Indonesia juga menjadi bahasa
resmi negara Indonesia. Di dalam keputusan Seminar Politik Bahasa Nasional 1999
dinyatakan bahwa sebagai bahasa nasional, bahasa nasional berfungsi sebagai (1)
lambang kebanggaan nasional, (2) lambang identitas nasional, (3) alat pemersatu
berbagai-bagai masyarakat yang berbeda-beda latarbelakang sosial dan budaya,
(4) alat perhubungan antarbudaya dan daerah.
1. Pemakaian Bahasa Indonesia sebagai bahasa sehari-hari
Pengembangan bahasa Indonesia memang merupakan salah satu
segi pembangunan bangsa Indonesia. Kemampuan berbahasa Indonesia dapat
dijadikan salsah satu undikator untuk meningkatkan mutu manusia Indonesia agar
ia menjadi modal pembangunan dan bukannya beban pembangunan. Perlu diingatkan
bahwa pemetaan distribusi pemakaian bahasa Indonesia ini bukanlah pemetaan
mengenai kemampuan berbahasa Indonesia, tetapi hanya merekam pengakuan penduduk
setempat yang menyatakan bahasa Indonesia sebagai bahasa sehari-hari atau
bahasa di rumah, maupun mereka yang menyatakan berbahasa daerah sebagai bahasa
sehari-hari di rumah namun dapat berbahasa Indonesia. Bahasa Indonesia
mempunyai peran yang besar terhadap pendidikan di Indonesia. Karena bahasa
Indonesia digunakan sebagai bahasa pengantar dalam dunia pendidikan baik dari
TK, SD, SMP, SMA, dan Perguruan Tinggi. Selain itu Bahasa Indonesia juga
dipelajari dari TK-Perkuliahan, dalam hal ini digabung menjadi bahasa dan sastra.
2. Perkembangan Bahasa Indonesia menurut pendidikan.
Pendidikan merupakan variabel yang cukup penting dalam
mempengaruhi penggunaan bahasa sehari-hari. Pada umumnya masyarakat yang
mempunyai bahasa daerah sebagai bahasa ibu mempelajari Bahasa Indonesia di
bangku sekolah. Mereka yang mempunyai pendidikan cukup tinggi persentasi
penggunaan bahasa daerah untuk percakapan sehari-hari kecil. Terlihat bahwa
mereka menamatkan pendidikan tingkat SLTP dan SLTA ke atas mempunyai persentase
tertinggi menggunakan Bahasa Indonesia untuk pembicaraan sehari-hari. Ini
disebabkan oleh karena mereka yang berpendidikan atas banyak melakukan
pekerjaan di sektor formal yang kebanyakan menggunakan Bahasa Indonesia
pembicaraan sehari-hari.
C. Sastra
Apakah karya sastra itu? Bagaimana ciri-cirinya? Dan
siapakah pengarang itu? Ada bermacam-macam pendapat terhadap seorang pengarang.
Kejeniusan sastrawan selalu menjadi bahan pembicaraan. Sejak zaman Yunani,
kejeniusan dianggap disebabkan semacam kegilaan. Penyair, pengarang adalah
orang yang menuangkan gagasan ide, melalui bahasan sebagai proses komunikasinya
dan proses kreatifnya melalui bahasa dapat dinikmati oleh setiap orang.
Karya sastra adalah proses anak kreatif atau anak
kehidupan kreatif seorang penulis dan mengungkapkan pribadi pengarang (Selden,
1985:2). Kualitas karya sastra ditentukan oleh sejumlah aspek yang larinya juga
ke arah seniman, yaitu daya spontanitas, kekuatan emosi, orisinil, daya
komtemplasi, kedalaman nilai kehidupan, dan harmoni. Kekuatan emosional
pengarang yang dibangun melalui unsur ekstrinsik dan intrinsik dapat memberikan
pemahaman dan nilai keindahan bagi pembaca.
D. Pendidikan Karakter
Pendidikan karakter di sekolah secara sederhana bisa
didefinisikan sebagai “pemahaman, perawatan, dan pelaksanaan keutamaan (practice
of virtue). Oleh karena itu, pendidikan karakter di sekolah mengacu pada
proses penanaman nilai, berupa pemahaman-pemahaman, tata cara merawat dan
menghidupi nila-nilai itu, serta bagaimana seorang siswa memiliki kesempatan
untuk dapat melatih nilai-nilai tersebut secara nyata. Oleh karena itu,
pendidikan karakter sesungguhnya bersifat liberatif, yaitu sebuah usaha dari
individu, baik secara pribadi, maupun secara sosial untuk membantu menciptakan
sebuah lingkungan yang membantu pertumbuhan kebebasannya sebagai individu
sehingga individualitas dan keunikannya dapat semakin dihargai. Kebebasan
merupakan landasan bagi perjuangan pengukuhan diri setiap individu.
Pendidikan karakter berkaitan terutama dengan bagaimana
seseorang individu menghayati kebebasaannya dalam relasi mereka dengan orang
lain sebagai individu, maupun dengan orang lain sebagai individu yang ada di
dalam sebuah struktur yang memiliki kekuasaan. Oleh karena itu, pendidikan
karakter tidak semata-mata bersifat individual, melainkan juga memiliki dimensi
sosial-stuktural, meskipun pada gilirannya yang menjadi kriteria penentunya
adalah nilai-nilai kebebasaan individual yang sifatnya personal.
Pendidikan karakter yang memiliki dimensi individual
berkaitan erat dengan pendidikan nilai dan pendidikan moral seseorang.
Sementara, pendidikan karakter yang berkaitan dengan dimensi sosial-stuktural
lebih melihat bagaimana menciptakan sebuah sistem sosial yang kondusif bagi
pertumbuhan individu. Disini, terdapat gradualitas dalam relasi kekuasaan,
mulai dari yang otoritarian sampai demokratis. Dalam konteks inilah kita bisa
meletakan pendidikan moral dalam kerangka pendidikan karakter. Pendidikan moral
merupakan dasar bagi sebuah pendidikan karakter. Sebagaimana telah kita lihat
dalam kasus Sokrates, kita melihat bahwa sekuat apapun struktur menindas
yang dijumpai oleh manusia, struktur itu tidak dapat memiliki kekuatan memaksa
terhadap keputusan moral seseorang.
Pendidikan moral terutama lebih merupakan sebuah usaha
dari individu untuk semakin membentuk dirinya sendiri dan mengafirmasi dirinya
sendiri sehingga ia dapat disebut sebagai pribadi yang bermoral. Dalam artian
tertentu, pendidikan moral dan pendidikan karakter memiliki persamaan karena
menempatkan nilai kebebasan sebagai bagian dari kinerja individu untuk
menyempurnakan dirinya sendiri berdasarkan tata nilai moral yang semakin
mendalam dan bermutu. Pendidikan karakter mengandaikan bahwa dalam setiap
keputusannya, seseorang individu dapat sampai pada tahap otonomi moral seperti
ini, tidak perduli apakah stuktur dan sistem kekuasaan yang melingkupinya itu,
menindas atau tidak. Oleh karena itu, pendidikan moral menjadi unsur penting
bagi sebuah pendidikan karakter.
Pendidikan karakter selain bertujuan menegakkan
kemartabatan pribadi sebagai individu, ia juga memiliki konsekuensi
kelembagaan, yang keputusannya tampil dalam kinerja dan kebijakan lembaga
pendidikan. Dalam pendidikan moral tanggungjawabnya semata-mata bersifat
personal, meskipun tanggungjawab ini seringkali memiliki dimensi komuniter,
sedangkan dalam pendidikan karakter tanggungjawab itu selain merupakan
tanggungjawab individual, juga memiliki dimensi sosial dan komunitas.
Pendidikan karakter lebih mengutamakan pertumbuhan moral
individu yang ada dalam lembaga pendidikan. Untuk ini, dua paradigma pendidikan
karakter merupakan satu keutuhan yang tidak dapat dipisahkan. Penamaan nilai
dalam diri siswa, dan pembaruan tata kehidupan bersama yang lebih menghargai
kebebasaan individu merupakan dua wajah pendidikan karakter dalam lembaga
pendidikan. Dua hal ini, jika kita integrasikan akan menjadikan pendidikan
karakter sebagai pendagogi.
Kesimpulan
Peran bahasa dan sastra terhadap pendidikan karakter
bangsa sangat tinggi. Mengapa? Pengarang menulis menggunakan bahasa. Dan alat
komunikasi dalam dunia pendidikan yang digunakan oleh stiap orang juga
menggunakan media bahasa. Maka dari itu, dapat disimpulkan bahawa bahasa dan sastra
sangat berperan terhadap pendidikan karakter. Bahasa dan sastra mempunyai
kaitan yang erat dalam rangkan membentuk kepribadian dan karakter masyarakat
Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA
Cosmas
Fernadez.
2006 Meneropon
Pendidikan SDM Handal. Kupang: Penerbit Gita K.
Doni Koesoema A.
2007 Pendidikan Karakter Strategi Mendidik Anak di Zaman Global.
Jakarta: PT. Gramedia Widiasarana Indonesia.
Dendy Sugono
2009 Mahir Berbahasa Indonesia dengan Benar. Jakarta: PT Gramedia Pustaka
Utama.
Kunjana Rahardi.
2006 Bahasa Kaya Bahasa Berwibawa. Jogyakarta: Andi Yogyakarta.
St. Kartono
P. Suparno
Sukadi
2002 Reformasi Pendidikan Sebuah Rekomendasi. Jogyakarta: Penerbit
Kanisius
Salman
2007 Butir-Butir Pendidikan Nilai Memasuki Abad 21. Bekasi: Krista Mitra
Pustaka (Yayasan Pengembangan Nilai-Nilai Humanis).
Wahyudi
Siswanto
2008 Pengantar
Teori Sastra. Jakarta: PT. Grasindo.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar